Pada tahun 1933 di kota Lahore India, terjadi huru-hara. Pada mulanya para Ulama bersama-sama kaum muslimin yang dikenal dengan sebutan - Golongan Ahrar - mengajukan appeal pada Pemerintah agar aliran Qadiani atau yang lebih dikenal dengan nama: AHMADIYAH, dinyatakan sebagai aliran nonIslam. Mereka juga minta agar Sir Zafrullah Khan, seorang tokoh dari kelompok Ahmadiyah, dipecat dari kabinet India.1
Zafrullah Khan di samping seorang negarawan terkenal, juga seorang diantara tokoh-tokoh Salvation Army Ahmadiyah yang giat menyusun kekuatan di atas terutama mempengaruhi kalangan pemerintahan maupun militer.
Kepala pemerintahan daerah Punjab barat, tuan Mumtaz Daultana, enggan sekali untuk turun tangan serta mengambil sikap bertolak belakang dengan keinginan para Ulama; Ia merasa akan mengakibatkan timbulnya kekeruhan dalam suasana politik di negerinya.2
Bagaimanapun juga pada akhirnya pertemuan dengan mereka tidak bisa dielakkan lagi. Dalam suatu perundingan yang lama, antara para ulama dengan perdana menteri Nazimuddin serta tuan Mumtaz Daultana, tokoh-tokoh dari pemerintahan India ini ternyata bersikap kaku, lamban bahkan menolak untuk mempertimbangkan tuntutan mereka itu.
Suasana hangat dalam pertemuan itu, kiranya telah menembus ke luar gedung meliputi massa kaum Muslimin yang sedang menunggu hasilhasilnya. Kegelisahan pada mereka telah merata, kesabaran telah lenyap, dan tanpa menanti lebih lama lagi, mereka mulai bergerak turun ke jalan-jalan mengadakan demonstrasi. Kemarahan dan emosi membawa mereka, bagaikan arus yang menyisihkan setiap rintangan di depan bahkan kekerasanpun terjadi di sana-sini.3
Pemerintah cepat-cepat turun tangan. Melalui campur tangan militer, keadaan yang penuh ketegangan itu berubah menjadi keadaan yang mencekam dada, pekik dan tangis terdengar, ketakutan tampak pada wajah-wajah mereka. Suatu peristiwa yang sulit untuk dilupakan, telah terjadi di tempat berkumpulnya kaum Muslimin itu. Pada suatu ketika, sebuah jeep dengan kecepatan yang luar biasa mendadak muncul menerjang ke arah kelompokkelompok massa kaum Muslimin, sambil melepaskan tembakan-tembakan membabi buta. Maka jatuhlah korban yang tidak sedikit jumlahnya.
Seorang Ahmadiyah yang fanatik berkata, bahwa "peristiwa jeep" itu adalah suatu mu'jizat, dan para penembak didalamnya tidak lain adalah Malaikatmalaikat Tuhan yang dikirim untuk menolong Ahmadiyah.4
Suatu kenyataan yang jelas ialah, bahwa pemerintah dalam bertindak telah berdiri berat sebelah. Dalam suatu laporan tertulis yang disampaikan oleh hakim-hakim Mohammad Munir dan M.R. Kayani, dimana kedua orang tersebut menghakimi seluruh sidang-sidang perkara Ahrar, ternyata isi laporan mereka itu sangat kabur serta merugikan para Ulama. Naseem Saifi, seorang tokoh Ahmadiyah kelahiran Qadian, mengutip isi laporan tersebut, sebagai berikut:
"Jelas sudah, bila pemimpin-pemimpin Ahrar itu
mengetengahkan pada publik hanya soal-soal perbedaan dalam Agama, maka suguhan mereka itu tidak
aka berpengaruh apa-apa. Akan tetapi
bila pada mereka diissuekan bahwa Ahmadiyah menghina Nabi Muhammad dengan cara mengumumkan
kenabian baru sesudah kenabian akhir
Muhammad s.a.w. bahkan nabi baru itu jauh lebih
mulya. Maka disinilah jebakan pemimp-pemimpin Ahrar itu mengenai sasarannya dengan tepat. Ummat
Muslimin akan tergugah, terkejut, bahkan murka mendengar pidato-pidato semacam itu."5
Sesudah laporan Munir dan
Kayani tersebut, datang lagi laporan dari Badan Penyelidik Kejahatan
Pemerintah, yang nadanya lebih keras serta memberatkan pemimpin Ahrar. Ahmadiyah
mengutip isi laporan tersebut:
"Sesungguhnya para pemimpin Ahrar itu tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya telah bermain api.
Mereka sedang membangkitkan kemarahan di
kalangan ummat Islam sedemikian rupa, sehingga hal-hal yang
tidak diinginkan seperti terjadinya korban-korban jiwa, kerusakan-kerusakan,
penghinaan dan lainlain tidak dapat dielakkan lagi. Suatu
tindakan keras harus segera diambil! "6
Demikianlah tindakan tangan besi pemerintah telah merenggut jiwa kaum
Muslimin tidak sedikit. Sungguh patut disesalkan bahwa telah terjadi peristiwa
tragis semacam itu; padahal benih-benih yang menyebabkan timbulnya api kemarahan
ummat yang sekaligus telah merenggut jiwa mereka yang tidak sedikit itu, masih
tetap bercokol.
Sudah selayaknya bila pemerintah India pada waktu itu
menelaah jauhjauh sebelumnya sebab-sebab dari timbulnya kemarahan kaum
Muslimin. Bahwasanya apa yang telah diucapkan oleh pemimpin-pemimpin
Ahrar itu, tidak semuanya fitnah semata-mata. Munculnya
nabi baru sesudah kenabian akhir Muhammad s.a.w., memang telah dipropagandakan
oleh Ahmadiyah, dimana Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Ahmadiyah itu sendiri
yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru di kalangan ummat Islam. Justru inilah,
nabi baru itu, benih diantara benih-benih yang ditanam Ahmadiyah, yang telah
menimbulkan kemurkaan ummat mencapai puncaknya.
Unduh EBOOK Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah